0

Linguistics

Posted by Unknown on 16.35 in
Ini salah satu tugas linguistics yang pernah saya kerjakan di semester 1 menegenai makna denotasi dan konotasi. Masih keliatan banget acak-acakannya :p

BAB I
  1. Latar Belakang Teori
Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita setiap saat melakukan komunikasi dengan orang lain, baik komunikasi secara lisan maupun tertulis. Sehubungan dengan itu, dalam berbahasa kita pasti akan melakukan pemilihan kata untuk mengungkapkan atau mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran kita. Kata yang dipilih tentunya adalah kata yang efektif dan layak pakai. Hal itu sangat penting untuk dilakukan supaya efek tertentu atau akibat yang ditimbulkan akan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam ilmu Linguistik sendiri dikenal adanya cabang ilmu Semantik dimana di dalamnya terdapat bahasan tentang kata konotatif dan denotative. Pada bagian tersebut akan dipelajari tentang suatu kata yang dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara harfiah dan kiasan yang sering kali digunakan oleh masyarakat sebagai cara untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan secara lebih halus ataupun justru untuk menyindir sesuatu.
Kata denotative merupakan kata dengan makna yang sebenarnya, makna kata secara wajar, apa adanya, atau biasa juga disebut dengan makna leksikal. Seperti yang diungkapkan oleh Lyons (1977:208), denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dari dalam ujaran. Dengan kata lain, makna denotative adalah makna yang lebih dekat dengan bendanya atau makna harfiahnya. Misalkan saja pada kata ‘uang’, artinya adalah benda yang terbuat dari kertas atau logam yang biasa digunakan dalam transaksi jual beli. Juga pada kata ‘anjing’. Secara lugas, jika ada orang yang menyebutkan kata anjing, maka yang terlintas dalam benak kita adalah hewan berkaki empat, pemakan daging, dan biasa membantu manusia. Kita memakai kata tersebut tanpa mengasosiasikannya dengan hal-hal lain. Meskipun begitu kita harus tetap berhati-hati dalam menggunakan kata denotative terutama jika sudah berbentuk frasa karena meskipun mereka meliki referen yang sama namun belum tentu mereka memiliki arti yang sama pula.
Sementara itu, kata konotatif muncul sebagai akibat dari asosiasi perasaan pemakai, sikap sosial, sikap pribadi, serta criteria tambahan terhadap kata leksikal yang didengar atau kata yang dibaca. Zgusta (1971:38) berpendapat bahwa makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Suatu kata leksikal akan mengalami pergeseran makna menjadi makna konotatif. Dengan kata lain kata tersebut jadi memiliki dua arti yang berbeda, namun makna baru dari kata ini hanya akan berfungsi pada suatu komunitas tertentu. Jadi, makna konotasi adalah makna tambahan, yaitu makna yang diluar kata sebenarnya atau makna kiasan. Dengan kata lain, makna konotasi adalah makna kata yang berkaitan dengan nilai rasa.
Di dalam tata pergaulan masyarakat, kita seringkali mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti itu. Pada umumnya mereka memang menggunakan istilah konotatif. Kita tidak bisa menggunakan istilah denotative sebab hal tersebut tidak akan sesuai dengan kondisi yang ada.  Kata ‘amplop’ misalnya. Kata ini bila dicari di dalam kamus akan berarti tempat atau pembungkus surat. Namun jika digunakan dalam kalimat ‘Lebih baik kau beri saja dia amplop tutup mulut.’, maka makna dari amplop yang semula adalah tempat surat telah bergeser menjadi uang sogokan.
BAB II
  1. Fenomena Penggunaan Kata Denotative dan Konotatif di Kalangan Mahasiswa
Ketika mahasiswa melakukan kontak sosial dengan komunitasnya, acapkali mereka menggunakan gaya bahasa tertentu. Biasanya hal ini diserta dengan penggunaan kata-kata konotatif dan denotative untuk merujuk pada suatu hal yang mereka inginkan. Berikut ini merupakan beberapa contoh hasil pengamatan penggunaan kata-kata konotatif dan denotative di kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro:
  1. Percakapan antara Vinta dan Niesrin
Tempat dan waktu: Lobbi lantai 1, 21 Desember 2011
Niesrin        : “Vin, makan yuk! Laper nih.”
Vinta           : “Hayuk. Tapi nyari yang murah ya, kantongku kempes gara-gara di kos lagi banyak iuran buat anak ultah.”
  1. Percakapan antara Gloria dan Kak B (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: di depan loket akademik, 23 Desember 2011
Gloria         : “Kak, ntar sore latihan imana?”
Kak B : “Kalo gak ujan di crop circle, dek. Tapi ntar kalo ujan ada pemberitahuan lagi.”
  1. Percakapan antara Dita (mahasiswa Sasindo) dan Vera (sastra Inggris)
Tempat dan waktu: Kantin FIB, 22 Desember 2011
Vera           : “eh, gebetanmu ternyata masih anak SMA to??”
Dita                        : “haha.. iya, gue lagi demen daun muda nih.”
  1. Percakapan antara Gani dan Yuyun (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: di depan ruang A 1.8, 23 Desember 2011
Yuyun         : “Smsku tadi jangan sampe dibaca si Yoga lho Gan! Dia tuh mulutnya bocor banget. Bisa mati aku kalo rahasiaku kesebar kemana-mana..”
Gani           : “Tenang..tenang.. sms2mu udah tak hapus kok.”
  1. Percakapan antara Septi dan Furi (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: depan ruang A 1.8, 23 Desember 2011
Septi          : “Fur..fur.. omonganmu tu lho bikin kuping panas, mbok dipikir dulu kalo ngomong.”
Furi             : “omonganku yang mana to, Sep?”
  1. Percakapan antara G dan N (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: lobbi lantai 1, sebelah tangga, 21 Desember 2011
G          : “N, aku ga mau tahu, pokoknya laporan kegiatan yang terakhir harus secepetnya direvisi, soalnya waktu re-or uda semakin deket.”
N         :  “Wah, aku angkat tangan G, tugasku banyak banget, coba suruh staf yang laen deh.”
  1. Percakapan antara Winda dan Deni (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: Depan musola FIB, 22 Desember 2011
Winda         : “Den, pulang kampung kapan?”
Deni           : “Mungkin Jumat, bar amstud, lha kamu?”
Winda         : “kayake ntar pulang deh, dompetku cekak banget nih,”
  1. Percakapan antara Vinta dan Novin (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: Perpustakaan FIB, 3 Januari 2011
Vinta           : “Wah, sekarang aku uda ga berani lagi nyimpen duit di kos”
Novin          : “Loh? Emang kenapa?”
Vinta           : “Abisnya, di kosku ada yang panjang tangan sih, kemaren aja duit Amel pas di taruh di meja ilang diembat orang.”
Novin          : “berarti kamu kudu lebih ati-ati lagi vin,”
  1. Percakapan antara Vinta dan Novin (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: Perpustakaan FIB, 3 Januari 2011
Novin          : “kira-kira kamu udah ada gambaran belum siapa yang ngambil duit temen kamu itu?”
Vinta           : “Kurang yakin sih, tapi ada satu seniorku yang dijadiin kambing hitam sama anak-anak.”
  1. Percakapan antara Yuyun dan Septi (mahasiswa Sastra Inggris)
Tempat dan waktu: Depan ruang sidang, 4 Januari 2011
Yuyun         : “udah jadi nonton film wedding dress, Sep?”
Septi          : “udah, kemaren barusan tak tonton. Tuh film bikin hatiku tersayat-sayat deh.”
BAB III
  1. Penerapan Teori dan Pembahasan
Dari beberapa contoh percakapan yang terdapat di bab II dapat dilihat bahwa para mahasiswa FIB sering kali menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dalam percakapan sehari-hari. Pada percakapan no 1, ketika Niesrin mengajak Vinta mencari makan di luar kampus yang terjadi adalah Vinta mengiyakan, namun dengan syarat harganya murah karena kantongnya kempes. Kantong kempes disini adalah kata konotatif meskipun itu juga satu kata yang bisa bermakna denotative maupun konotatif. Jika dilihat secara lahiriah maka memang benar bahwa bentuk kantong itu kempes. Namun kantong kempes yang dimaksud oleh Vinta adalah uangnya habis dikarenakan banyaknya iuran untuk anak-anak yang tengah berulang tahun di kosnya.
Percakapan no.2 terjadi antara Gloria dan Kak B. Gloria bertanya kepada seniornya dimanakah tempat latihan teater untuk sore itu, dan seniornya menjawab di crop circle. Crop circle merupakan kata yang merujuk pada suatu tempat, akan tetapi tempatnya bukanlah seperti yang ada di pemberitaan media massa selama ini, ladang pertanian yang biasanya sudah siap panen kemudian dibentuk menjadi suatu bentuk tertentu, melainkan tempat yang dibuat menyerupai tempat tersebut yaitu tempat duduk di depan gedung FIB di dekat tempat parkir.
Dialog no.3 antara Vera dan Dita juga menggunakan makna kata bermakna konotasi. Ketika Vera tengah bertanya kepada Dita tentang gebetan barunya, Dita menjawab dengan menggunakan kata daun muda. Maksudnya bukanlah Dita suka dengan daun muda pada tanaman melainkan pada orang yang usianya lebih muda dari dia.
Selanjutnya adalah percakapan yang terjadi antara Yuyun dan Gani. Yuyun berpesan pada Gani supaya dia berhati-hati dalam meminjamkan handphonenya karena Yuyun takut jika handphone Gani sampai dipinjam oleh Yoga dan smsnya dibaca oleh Yoga maka rahasianya akan tersebar kemana-mana karena Yoga terkenal dengan mulutnya yang bocor. Kata mulut bocor bisa berarti ganda, yakni mulutnya yang memang bocor atau tengah terluka dan suka membeberkan rahasia seseorang kepada orang lain. Dalam dialog antara Yuyun dan Gani yang dimaksud adalah Yoga suka membeberkan atau menceritakan rahasia seseorang kepada orang lain.
Pada dialog no.5 yang terjadi antara Septi dan Furi, Septi menyebutkan bahwa cara bicara Furi bisa membuat kuping panas jadi dia menyuruh Furi untuk lebih berhati-hati ketika bica. Makna dari kata kuping panas yang dipakai oleh Septi bukanlah makna sebenarnya yaitu kupingnya menjadi panas atau terasa panas, melainkan dia merasa tidak suka atau sedikit tersinggung terhadap gaya bicara Furi.
Percakapan selanjutnya adalah percakapan yang terjadi antara G dan N. Dalam percakapan itu menyatakan bahwa N angkat tangan terhadap tugas G karena tugas kuliahnya banyak. Angkat tangan merupakan kata yang bermakna konotatif, karena meskipun jika dilihat secara tekstual yang seharusnya terjadi adalah N mengangkat tangannya, namun secara kontekstual maknanya adalah N menyerah atau tidak sangggup mengerjakan tugas dari organisasi yang diikutinya. Dengan menggunakan kata yang bermakna konotatif maka dia mencoba mengelak namun dengan bahasa yang lebih halus.
Contoh no.7 adalah percakapan antara Winda dan Deni. Dalam dialog tersebut Winda memilih menggunakan kata dompet cekak untuk menyatakan bahwa kondisi keuangannya tengah menipis sehingga dia harus segera pulang kampung. Sebagai pendengar tentunya kita tidak mungkin mengartikan kata tersebut sebagai suatu bentuk dompet yang cekak (pendek) ukurannya. Memang hal itu juga benar, namun tidak lazim untuk dilakukan.
Seperti halnya percakapan selanjutnya yang terjadi di perpustakaan FIB antara Vinta dan Novin. Vinta bercerita kepada Novin tentang rasa was-wasnya untuk menyimpan uang di kos, dikarenakan ada salah satu teman kosnya yang suka mencuri. Untuk memperhalus ucapannya, maka Vinta menggunakan istilah konotatif panjang tangan. Secara umum orang yang mendengarkan pasti akan langsung tanggap bahwa yang dimaksudkannya bukanlah orang yang memiliki tangan panjang tetapi orang yang suka mengambil sesuatu milik orang lain.
Percakapan no.9 masih terjadi antara Vinta dan Novin. Pada dialog itu Novin menanyakan kepada Vinta apakah dia sudah memiliki gambaran tentang siapa yang mengambil uang milik temannya atau belum. Respon Vinta adalah berdasarkan keterangan anak-anak kos lain ada salah satu seniornya yang dijadikan kambing hitam dalam permasalahan itu. Kambing hitam disini bukan bermakna kambing yang berwarna hitam, melainkan kata tersebut hanyalah perlambang yang merujuk pada seseorang yang dicurigai menjadi tersangka atau bisa juga bermakna orang yang akan dipersalahkan dalam suatu peristiwa.
Contoh yang terakhir adalah percakapan yang terjadi antara Yuyun dan Septi. Yuyun bertanya apakah Septi sudah menonton film yang berjudul wedding dress. Karena Septi telah melihatnya maka dia dapat memberi komentar tentang kesannya ketika menonton film tersebut. Menurut Septi ketika menonton film tersebut hatinya tersayat-sayat, maksudnya adalah dia merasa sedih, trenyuh, dan terharu ketika merasakan cerita yang disajikan dalam film tersebut bukan hatinya disayat-sayat dengan pisau. Septi juga menggunakan istilah yang bermakna konotatif, namun kali ini tujuannya bukan untuk mempersopan cara bicara melainkan untuk mengeskpresikan sesuatu yang dia rasakan dengan ekspresi yang berbeda.
BAB IV
  1. Kesimpulan
Dari berbagai contoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan kata bermakna konotatif digunakan untuk beberapa kondisi, misalnya:
  1. Memperhalus ucapan
Beberapa kata atau kalimat yang biasanya kita ucapkan pada orang lain biasanya menggunakan ungkapan dengan makna konotasi agar terdengar lebih halus dan tidak menyinggung perasaan. Misal saat kita ingin mengatakan orang tersebut sombong, akan lebih baik jika kita menggunakan istilah besar kepala sehingga tidak terkesan kasar.
  1. Mengendalikan emosional
Interaksi antar personal seringkali dihiasi dengan tingkat emosional yang tinggi seperti halnya yang terjadi pada dialog antara Septi dan Fury di atas. Untungnya Septi memakai kata bermakna konotatif untuk mengungkapkan kekesalan hatinya kepada Fury sehingga pertengkaran kecil dapat dihindari.
  1. Peringatan secara sopan
Sering kali dalam berkomunikasi kita berhadapan dengan orang-orang yang sulit mengerti. Jika tidak berhati-hati, hal ini dapat menimbulkan permusuhan, sehingga dibutuhkan ungkapan-ungkapan dengan makna konotasi.
  1. Sebagai bumbu dalam pergaulan
Dalam pergaulan yang sehat, peranan ungkapan-ungkapan bermakna konotasi akan menjadi bumbu yang membuat pergaulan lebih hidup.
V
DAFTAR PUSTAKA
Allan, Keith. Natural Language Semantics. Massachusetts: Blackwell Publishers, 1998
Greenberg, Mark, and Gilbert Harman. 2005. Conceptual Role Semantics.http://www.princeton.edu/~harman/Papers/CRS.pdf
Lyons, John. Structural Semantics on Analysis of Part of Vocabulary of Plato, 1963
Pateda, Mansoer, Prof.DR. Semantik Leksikal.Jakarta: Penerbit Rineka, 2001
Zgusta, Ladislav. Manual of Lexicography. Mouton: The Hague-Paris, 1971

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 my sky All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.